Jumat, 28 Oktober 2016

PRESS RELEASE HARI SUMPAH PEMUDA TAHUN 2016 “Pemuda Indonesia Menatap Dunia”

PRESS RELEASE
HARI SUMPAH PEMUDA TAHUN 2016
“Pemuda Indonesia Menatap Dunia”


KAPITALISASI GENERASI MUDA INDONESIA

Jumat, 28 Oktober 2016
Sekretariat IABIE
Jl.R.P Soeroso No.6 Menteng Jakarta Pusat


Dalam rangka Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-88 tahun 2016 Pengurus Pusat IABIE memberikan catatan terkait kondisi perguruan tinggi yang masih memprihatinkan. Perguruan tinggi mestinya menjadi wahana untuk mencetak pemuda Indonesia menjadi SDM nasional yang unggul berkelas dunia dan berkepribadian tangguh. Namun, pada saat ini sederet masalah laten masih membelit perguruan tinggi, seperti krisis dosen, kasus korupsi dan suap di perguruana tinggi, hingga kebijakan kontroversial untuk mengimpor guru besar untuk mengkatrol peringkat perguruan tinggi di Tanah Air.
Peringatan Hari Sumpah Pemuda (HSP) ke-88 pada 28 Oktober 2016 sebaiknya menjadi momentum untuk mempersiapkan postur SDM nasional menuju Indonesia yang maju. Postur SDM nasional yang berdaya saing dibentuk oleh perguruan tinggi. Sayangnya kondisi perguruan tinggi masih terbelit oleh masalah laten. Perlu terobosan untuk membenahi masalah tersebut.
Data demografi Indonesia menunjukan jumlah pemuda di Indonesia sesuai dengan UU tentang kepemudaan dengan rentang usia antara 16-30 tahun, berjumlah 61,8 juta orang. Jumlah itu 24,5 % dari total penduduk Indonesia yang mencapai 252 juta orang (BPS, 2014).
Kondisi demografi pemuda diatas harus dikelola dengan baik melalui perguruan tinggi. Agar potensi demografi tersebut nantinya menjadi postur SDM untuk mewujudkan bangsa yang maju. Seperti prediksi tentang Indonesia yang akan menjadi bangsa besar dan maju pada 2030 oleh McKinsey Global Institute.
Peringatan HSP 2016 bertema “Pemuda Indonesia Menatap Dunia”. Ada tiga faktor yang perlu dikapitalisasi oleh generasi muda untuk memenangi pertarungan masa depan sekaligus dalam mewujudkan mimpi Indonesia. Pertama, diperlukan generasi muda yang memiliki kualitas integritas yang tinggi, Kedua, kapasitas keahlian dan intelektual yang cukup mumpuni, Ketiga, karakter kepemimpinan yang peduli dan profesional dibidangnya. Perguruan tinggi merupakan wahana yang sangat penting untuk mewujudkan ketiga faktor diatas.
Demi masa depan pemuda Indonesia, khususnya dalam hal kepribadian, kompetensi dan daya saing maka pemerintah harus segera membereskan masalah laten yang masih bercokol di perguruan tinggi.
Kasus  suap di perguruan tinggi merupakan ironisme yang teramat dalam. Alangkah nistanya, jalau pucuk  pimpinan perguruan tinggi menduduki jabatan dengan cara menyuap. Jabatan di perguruan tinggi dengan cara menyuap akan bertemali dengan kasus-kasus korupsi yang lebih luas. Tak pelak lagi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan melihat ada indikasi tidak beres dalam pemilihan rektor di beberapa PTN. Begitu jugaa dengan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyatakan sederet PTN di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi yang diduga terindikasi ada praktik suap  dalam pemilihan rektor.
Pengurus Pusat IABIE meminta agar pemerintah segera membersihkan perguruan tinggi khsusunya PTN dari praktik suap-menyuap. KPK sebaiknya terus beraksi mencegah dan memberantas kasus suap dan korupsi di perguruan tinggi. Saaatnya membebaskan institusi pendidikan tinggi dari praktik tidak jujur seperti dalam pemilihan rektor.
Hasil kajian IABIE menunjukkan bahwa masalah laten lain di PT adalah terkait dengan kekurangan dosen. Langkah Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Muhamad Nasir untuk mendatangkan guru besar asing ke Indonesia sebaiknya ditinjau ulang atau dipikirkan lebih matang lagi.  Guru besar impor belum tentu bisa mencetak mahasiswa program doktor Indonesia berkelas dunia. Banyak faktor ekternal yang menyebabkan para doktor di negeri ini yang masih rendah dalam hal publikasi ilmiah secara internasional.  Sehingga peringkat perguruan tinggi sulit naik. Hal ini tentunya tidak bisa diatasi dengan cara instan dengan mengimpor guru besar dari luar negeri.
Sebelum impor guru besar,  sebaiknya pemerintah mengatasi dulu  defisit dosen dan menata  sistem inovasi nasional dan daerah sehingga klop dengan lembaga perguruan tinggi.
IABIE melihat bahwa defisit dosen juga menjadi kendala bagi sistem inovasi nasional. Apalagi Kemristek Dikti bertugas mendorong setiap perguruan tinggi untuk meningkatkan inovasi dan riset agar bisa berkontribusi dalam mendongkrak daya saing bangsa. Produk-produk inovasi tersebut tentunya harus bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan industri.
Defisit dosen merupakan kendala serius dalam pembangunan iptek yang dilaksanakan dengan menggunakan wahana sistem inovasi nasional (SiNas). Esensi dari SiNas adalah interaksi antar aktor inovasi yaitu akademisi, pemerintah, dan pelaku usaha untuk menghasilkan produk inovasi. Interaksi disebut dengan istilah tripel helix, di mana akademisi menjadi aktor dalam pengembangan iptek, pemerintah sebagai regulator dan fasilitator, pengusaha sebagai ujung tombak inovasi dan pembangunan ekonomi nasional.
Kini terjadi penurunan minat untuk menjadi tenaga pengajar di perguruan tinggi. Jumlah dosen di Indonesia saat ini sekitar  160 ribu orang. Jumlah tersebut tidak sebanding dengan jumlah mahasiswa yang mencapai 5,4 juta orang. Dari 160.000 dosen itu, 30 persen di antaranya masih lulusan strata 1 (S-1), S-2 sebanyak 59 persen, dan S-3 hanya 11 persen. Ironisnya, selama ini belum ada kesinambungan dalam mencukupi jumlah dosen.
Krisis dosen disertai dengan persoalan penyelengaraan perkuliahan berbiaya mahal dan kurang efektif. Untuk itu perlu solusi teknologi informasi. Solusi itu antara lain melalui difusi inovasi online yang dikembangkan menggunakan platform Opencourseware. Platform tersebut merupakan inisiatif untuk menyelenggarakan berbagai perkuliahan dan kursus praktis dengan biaya murah.
Atas perhatian dan kerjasama antara IABIE dan rekan-rekan jurnalis media massa, baik media cetak maupun elektronik, kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.


Jakarta, 28 Oktober  2016
Ketua Umum


Bimo Sasongko, BSAE, MSEIE, MBA  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar